KAJIAN AYAT
SURAT AL-BAQARAH AYAT 269
“KEUTAMAAN ILMU”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam Mata KuliahDasar
Umum (MKDU)

Oleh
Wahyu Nur
Aeni
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Al-Qur’an adalah kumpulan wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Rasulullah
swa secara lafal dan makna melalui perantaraan malaikat Jibril a.s. dengan
berbahasa arab. Sebagai sumber ajaran islam, Al-Qur’an memuat petunjuk dan
penjelasan tentang bagaimana perilaku manusia dalam berbagai sendi
kehidupannya. Secara garis besar,ajaran-ajaran islam yang terkandung dalam
Al-Qur’an dapat diklasifikasikan dengan berbagai pokok-pokok isinya, yaitu
aqidah, ibadah muamalah, akhlak, hokum, sejarah, dan dasar-dasar ilmu
pengetahuan.
Dalam pengkajian ilmu
pengetahuan, Al-Qur’an merupakan kontrol terhadap keimanan dan ketakwaan.
Sehingga proses penelitian atau pengkajian dan hasil penelitian pengkajian
tersebut dapat menghantarkan kita, sebagai pengkaji kepada ketauhidan dan
pengakuan murni terhadap keberadaan Allah swt dan
kebenaran Al-Qur’an.
Oleh karena
itu, pengkajian yang intensif terhadap Al-Qur’an dapat memicu kemajuan pola
pikir yang akan berdampak kepada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mengingat hal itu, maka penulis menyusun makalah yang berisi kajian salah satu
ayat Al-Qur’an yakni QS. Al-Baqarah [2] : 269 dengan judul “Kajian Ayat QS. Al-Baqarah [2] : 269”
1.2 Manfaat
Kajian ayat ini layak
dilakukan karena dengan itu kita akan banyak memahami ayat-ayat cinta dari Sang
Maha Pencipta. Selai itu, kita dapat memperdalam pengetahuan dan memperoleh
pemahaman mengenai ayat-ayat
yang kaitannya berhubungan dengan ilmu pengetahuan alam dan sosial yang
dipelajari khususnya dalam kajian ilmu Geografi.
1.3 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Manfaat
1.3 Sistematika
Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tafsir QS. Al-Baqarah [2] : 269
2.2 Hubungan QS. Al-Baqarah [2] : 269 dengan kajian ilmu Geografi
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tafsir QS. Al-Baqarah [2] : 269
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ
مَن يَشَآءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا
وَمَايَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ
“Allah menganugerahkan
al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang al-Qur’an dan as-Sunnah) kepada siapa
yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al-Hikmah, dia benar-benar
telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah
yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah [2] : 269).
Tatkala Allah menjelaskan
tentang kondisi orang-orang yang menafkahkan hartanya, dan bahwa Allahlah yang
memberikan kepada mereka dan mengaruniakan untuk mereka harta yang mampu mereka
keluarkan nafkahnya di jalan-jalan kebajikan, dan dengan itu mereka memperoleh
kedudukan yang mulia, Allah menyebutkan apa yang lebih besar dari hal tersebut,
yaitu bahwasanya Allah akan memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakiNya
dari hamba-hambaNya, dan siapa yang Dia kehendaki kebaikan padanya dari
hamba-hambaNya.
Hikmah itu adalah ilmu-ilmu yang
bermanfaat, pengetahuan yang mumpuni, akal yang terus, pemikiran yang matang
dan terciptanya kebenaran dalam perkataan maupun perbuatan. Inilah
seutama-utamanya pemberian dan sebaik-baiknya karunia. Karena itu Allah
berfirman, ( وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ
فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ): “Dan barang-siapa yang
dianugerahi hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak”. Karena
dia telah keluar dari gelap kebodohan kepada cahaya petunjuk, dari kepandiran
penyimpangan dalam perkataan dan perbuatan menuju tepatnya kebenaran padanya,
serta terciptanya kebenaran. Dan karena ia telah menyempurnakan dirinya dengan kebajikan
yang agung dan bermanfaat untuk makhluk dengan manfaat yang paling besar dalam
agama dan dunia mereka.
Seluruh perkara tidak akan
berjalan baik kecuali dengan hikmah, yaitu meletakkan segala sesuatu pada
tempatnya dan menempatkan segala perkara pada posisinya masing-masing,
mendahulukan perkara yang harus didahulukan, mengulur perkara yang memang harus
diulur.
Akan tetapi tidak akan diingat
perkara yang agung ini dan tidak akan diketahui derajat pemberian yang besar
ini, (إِلاَّ أُوْلُوا : اْلأَلْبَابِ)“kecuali
orang-orang yang berakallah.” Mereka itu adalah orang-orang yang
memiliki akal sehat dan cita-cita yang sempurna. Mereka itulah yang mengetahui
yang berguna lalu mereka melakukannya dan yang mudharat lalu mereka
meninggalkannya. Kedua perkara ini yaitu mengerahkan nafkah-nafkah harta dan
mengerahkan hikmah keilmuan adalah lebih utama bagi orang yang mendekatkan diri
dengannya kepada Allah dan perkara yang paling tinggi yang menyampaikannya
kepada kemuliaan yang paling agung. Kedua perkara itulah yang disebutkan oleh
Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
لاَ حَسَدَ
إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَسلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ
فِي اْلحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ اْلحِكْمَةَ فَهُوَ يُعَلِّمُهَا النَّاسَ.
“Tidak ada hasad kecuali
dalam dua perkara; seseorang yang telah diberikan oleh Allah harta lalu ia
menguasainya dengan menghabiskan-nya dalam kebenaran dan seseorang yang
diberikan oleh Allah hikmah lalu dia mengajarkannya kepada manusia”. (HR.
al-Bukhari no.73, dan Muslim no.816 dari hadits Ibnu Mas’ud y.)
Pelajaran berharga dari ayat:
1. penetapan perbuatan bagi
Allah yang bergantung pada kehendaknya, ini berdasarkan firman Allah: (يُؤْتِي الْحِكْمَةَ): “Allah
menganugerahkan al-Hikmah”, ini adalah bagian dari sifat dalam bentuk
perbuatan.
2. Sesungguhnya apa yang ada
pada manusia berupa ilmu, petunjuk maka itu semua adalah keutamaan dari
Allah ta’ala, ini berdasarkan firmanNya: (يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ): “Allah menganugerahkan
al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang al-Qur’an dan as-Sunnah) kepada siapa
yang Dia kehendaki”, maka jika Allah ta’alamemberikan
nikmat kepada seorang hamba berupa ilmu, petunjuk, kekuatan, kemampuan,
pendengaran, penglihatan maka janganlah ia sombong, karena itu semua dari
Allah ta’ala, jika Allah berkehendak maka bisa mencegahnya, atau
ia bisa jadi ia mencabut nikmat itu setelah ia menganugrahnya kepada seseorang.
Bisa jadi Allah mencabut Al-Hikmah dari seseorang, maka jadilah setia
tingkah-lakunya gegabah, keliru dan sia-sia.
3. Penetapan kehendak bagi
Allah ta’ala, ini sesuai dengan firmannya: (مَن يَشَآءُ): “Yang ia kehendaki”
4. Penetapan Al-Hikmah bagi
Allah ta’ala, karena Al-Hikmah merupakan sifat kesempurnaan, maka
Dzat yang memberikan kesempurnaan tentunya ia adalah lebih pantas untuk hal
tersebut.
5. Kemuliaan yang agung bagi
orang yang diberikan kepadanya Al-Hikmah, ini berdasarkan firman Allah ta’ala:
(وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ
خَيْرًا كَثِيرًا): “Dan barangsiapa yang dianugerahi al-Hikmah,
dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak”.
6. Wajibnya bersyukur bagi orang
yang Allah ta’ala berikan kepadanya Al-Hikmah, karna
kebaikan yang sangat banyak ini mewajibkan mensyukurinya.
7. Anugrah Al-Hikamah diberikan
Allah kepada seseorang melalui banyak cara, (diantaranya) Allah ta’ala fitrahkan
ia dengan hal tersebut, atau dapat diraih dengan latihan dan berteman dengan
orang-orang yang arif.
8. Keutamaan akal, ini
berdasarkan firmanNya: (وَمَايَذَّكَّرُ
إِلاَّ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ) : “Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”
9. Bahwa orang yang tidak dapat
mengambil pelajaran, menunjukan akan adanya kekurangan pada akalnya, yaitu akal
sehat, akal yang memberikan petunjuka pada dirinya.
10. Tidaklah yang dapat mengambil
pelajaran dari pelajaran yang terdapat di alam dan pada syari’at ini kecuali
orang-orang yang mempunyai akal sehat, yang mana mereka menghayati dan
mempelajari apa yang terjadi dari tanda-tanda yang telah lalu dan yang akan
datang, sehingga mereka dapat, mengambil pelajaran darinya. Adapun seorang yang
lalai, maka hal tersebut tidak memberikannya manfaat dan pelajaran
(sedikitpun).
2.2 Hubungan QS. Al-Baqarah [2] : 269 dengan kajian ilmu
Geografi
Manusia sejak dilahirkan mulai diperkenalkan dengan
lingkungan sekelilingnya, baik lingkungan keluarga sebagai awal dari lingkungan
social, lingkungab fisik berupa benda-benda mati, maupun lingkungan hayati
berupa mahluk hidup yang lain, lingkungan fisik dan lingkungan hayati dapat
disebut lingkungan alam. Lingkungan social sebagai lingkungan hidup manusia
dengan manusia lain didalamnya terdapat hubungan timbale balik yang sangat
kompleks sehingga manusia tidak dapat melepaskan diri dari keadaan tersebut. Sedangkan
lingkungan fisik maupun lingkungan hayati adalah lingkungan bersifat nyata yang
ada disekeliling manusia. Lingkungan alam dimulai dari tempat manusia berpijak
seperti, atmosfir untuk bernafas (karena adanya oksigen) hasil pertanian yang
dapat memenuhi kebutuhan pokok, hasil pertenakan dan lain-lain yang dapat
menunjuang kesejahteraan hidup manusia.
Dari beberapa hal diatas mendorong manusia untuk
berfikir, bahwa di permukaan bumi terdapat hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi, baik hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam maupun
alam dengan alam. Berkembangnya ilmu pengetahuan mendorong manusia untuk
mengenal alam dan lingkungannya lebih jauh lagi (Pasya, R. Gurniwan Kamil. 2006).
Kaitan surat Al-Baqarah ayat 269
dengan geografi adalah bahwa melalui ayat ini, Allah memberikan hikmah kepada
siapa yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya, dan siapa yang Dia kehendaki
kebaikan padanya dari hamba-hambaNya. Hikmah itu adalah ilmu-ilmu yang
bermanfaat, pengetahuan yang mumpuni, akal yang terus, pemikiran yang matang
dan terciptanya kebenaran dalam perkataan maupun perbuatan. Inilah
seutama-utamanya pemberian dan sebaik-baiknya karunia. Geografi sebagai ilmu
pengetahuan yang mengkaji tentang berbagai fenomena-fenomena dan gejala-gejala
alam diharapkan dapat memumpuk iman pada setiap insan. Geografi bukan hanya
mengenai hal yang ada dipermukaan bumi, diluar bumi bahkan benda-benda diluar
angkasa pun turut menjadi objek kajian geografi. Sehingga Ilmu pada Geografi
dapat membuktikan betapa Maha Besar Allah atas segala ciptaan-Nya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ayat
Al-Quran mempunyai banyak makna dan kandungan jika kita kaji secara mendalam.
Fenomena-fenomena yang terjadi disekitar kita bisa dijelaskan dalam Al-Quran
dan ilmu pengetahuan. Keduanya akan mampu bersinergi secara utuh dan kuat jika
kita seimbangkan. Al Qur’an dan ilmu pengetahuan pada dasarnya saling terkait,
bahkan tidak ada jarak di antara keduanya. Di dalam
Al-Qur’an ternyata juga mengajarkan tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan yang
meliputi keterangan-keterangan tentang kejadian alam yang dapat dijadikan dasar
dlam pengembangan ilmu pengetahuan, seperti kejadian alam semesta, kejadian
siang dan malam, matahari, bulan, hujan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.
3.2 Saran
Dalam mengkaji ayat Al-Qur’an kita
membutuhkan ilmu dan pengetahuan-pengetauan yang luas. Tentunya sebelum
mengkaji kita perlu membaca, mempelajari dan mengembil isi kandungan ayat.. Kita dituntut untuk bisa memaknai isi dari ayat dalam
A-Qur’an dan mengamalkannya dalam setiap sendi kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Pasya, R. Gurniwan Kamil. 2006. Geografi, Pemahaman Konsep dan Metodologi.
Bandung: Buana Nusantara
http://www.alsofwa.com/20642/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-269.html/[19 desember 2011, Pukul. 15.00]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar