Selasa, 30 September 2014

SURAT AL-BAQARAH AYAT 269 “KEUTAMAAN ILMU”

KAJIAN AYAT
SURAT AL-BAQARAH AYAT 269
“KEUTAMAAN ILMU”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam Mata KuliahDasar Umum (MKDU)


Oleh
Wahyu Nur Aeni

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kumpulan wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Rasulullah swa secara lafal dan makna melalui perantaraan malaikat Jibril a.s. dengan berbahasa arab. Sebagai sumber ajaran islam, Al-Qur’an memuat petunjuk dan penjelasan tentang bagaimana perilaku manusia dalam berbagai sendi kehidupannya. Secara garis besar,ajaran-ajaran islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dapat diklasifikasikan dengan berbagai pokok-pokok isinya, yaitu aqidah, ibadah muamalah, akhlak, hokum, sejarah, dan dasar-dasar ilmu pengetahuan.
 Dalam pengkajian ilmu pengetahuan, Al-Qur’an merupakan kontrol terhadap keimanan dan ketakwaan. Sehingga proses penelitian atau pengkajian dan hasil penelitian pengkajian tersebut dapat menghantarkan kita, sebagai pengkaji kepada ketauhidan dan pengakuan murni terhadap keberadaan Allah swt dan kebenaran Al-Qur’an.
Oleh karena itu, pengkajian yang intensif terhadap Al-Qur’an dapat memicu kemajuan pola pikir yang akan berdampak kepada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengingat hal itu, maka penulis menyusun makalah yang berisi kajian salah satu ayat Al-Qur’an yakni QS. Al-Baqarah [2] : 269  dengan judul “Kajian Ayat QS. Al-Baqarah [2] : 269”  
1.2       Manfaat
Kajian ayat ini layak dilakukan karena dengan itu kita akan banyak memahami ayat-ayat cinta dari Sang Maha Pencipta. Selai itu, kita dapat memperdalam pengetahuan dan memperoleh pemahaman mengenai ayat-ayat yang kaitannya berhubungan dengan ilmu pengetahuan alam dan sosial yang dipelajari khususnya dalam kajian ilmu Geografi.






1.3       Sistematika Penulisan
BAB I   PENDAHULUAN                                                                                         
1.1  Latar Belakang
1.2  Manfaat
1.3  Sistematika Penulisan
BAB II  PEMBAHASAN
2.1  Tafsir QS. Al-Baqarah [2] : 269
2.2  Hubungan QS. Al-Baqarah [2] : 269 dengan kajian ilmu Geografi
BAB IIIPENUTUP
3.1  Kesimpulan
3.2  Saran
DAFTAR PUSTAKA



















BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Tafsir QS. Al-Baqarah [2] : 269
                                                                                                                                     
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَايَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ
 “Allah menganugerahkan al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang al-Qur’an dan as-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al-Hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah [2] : 269).
Tatkala Allah menjelaskan tentang kondisi orang-orang yang menafkahkan hartanya, dan bahwa Allahlah yang memberikan kepada mereka dan mengaruniakan untuk mereka harta yang mampu mereka keluarkan nafkahnya di jalan-jalan kebajikan, dan dengan itu mereka memperoleh kedudukan yang mulia, Allah menyebutkan apa yang lebih besar dari hal tersebut, yaitu bahwasanya Allah akan memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya, dan siapa yang Dia kehendaki kebaikan padanya dari hamba-hambaNya.
Hikmah itu adalah ilmu-ilmu yang bermanfaat, pengetahuan yang mumpuni, akal yang terus, pemikiran yang matang dan terciptanya kebenaran dalam perkataan maupun perbuatan. Inilah seutama-utamanya pemberian dan sebaik-baiknya karunia. Karena itu Allah berfirman, ( وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ): “Dan barang-siapa yang dianugerahi hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak”. Karena dia telah keluar dari gelap kebodohan kepada cahaya petunjuk, dari kepandiran penyimpangan dalam perkataan dan perbuatan menuju tepatnya kebenaran padanya, serta terciptanya kebenaran. Dan karena ia telah menyempurnakan dirinya dengan kebajikan yang agung dan bermanfaat untuk makhluk dengan manfaat yang paling besar dalam agama dan dunia mereka.
Seluruh perkara tidak akan berjalan baik kecuali dengan hikmah, yaitu meletakkan segala sesuatu pada tempatnya dan menempatkan segala perkara pada posisinya masing-masing, mendahulukan perkara yang harus didahulukan, mengulur perkara yang memang harus diulur.
Akan tetapi tidak akan diingat perkara yang agung ini dan tidak akan diketahui derajat pemberian yang besar ini, (إِلاَّ أُوْلُوا  : اْلأَلْبَابِ)“kecuali orang-orang yang berakallah.” Mereka itu adalah orang-orang yang memiliki akal sehat dan cita-cita yang sempurna. Mereka itulah yang mengetahui yang berguna lalu mereka melakukannya dan yang mudharat lalu mereka meninggalkannya. Kedua perkara ini yaitu mengerahkan nafkah-nafkah harta dan mengerahkan hikmah keilmuan adalah lebih utama bagi orang yang mendekatkan diri dengannya kepada Allah dan perkara yang paling tinggi yang menyampaikannya kepada kemuliaan yang paling agung. Kedua perkara itulah yang disebutkan oleh Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَسلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي اْلحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ اْلحِكْمَةَ فَهُوَ يُعَلِّمُهَا النَّاسَ.
“Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara; seseorang yang telah diberikan oleh Allah harta lalu ia menguasainya dengan menghabiskan-nya dalam kebenaran dan seseorang yang diberikan oleh Allah hikmah lalu dia mengajarkannya kepada manusia”. (HR. al-Bukhari no.73, dan Muslim no.816 dari hadits Ibnu Mas’ud y.)
Pelajaran berharga dari ayat:
1. penetapan perbuatan bagi Allah yang bergantung pada kehendaknya, ini berdasarkan firman Allah: (يُؤْتِي الْحِكْمَةَ): “Allah menganugerahkan al-Hikmah”, ini adalah bagian dari sifat dalam bentuk perbuatan.
2. Sesungguhnya apa yang ada pada manusia berupa ilmu, petunjuk maka itu semua adalah keutamaan dari Allah ta’ala, ini berdasarkan firmanNya: (يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ): “Allah menganugerahkan al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang al-Qur’an dan as-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki”, maka jika Allah ta’alamemberikan nikmat kepada seorang hamba berupa ilmu, petunjuk, kekuatan, kemampuan, pendengaran, penglihatan maka janganlah ia sombong, karena itu semua dari Allah ta’ala, jika Allah berkehendak maka bisa mencegahnya, atau ia bisa jadi ia mencabut nikmat itu setelah ia menganugrahnya kepada seseorang. Bisa jadi Allah mencabut Al-Hikmah dari seseorang, maka jadilah setia tingkah-lakunya gegabah, keliru dan sia-sia.
3. Penetapan kehendak bagi Allah ta’ala, ini sesuai dengan firmannya: (مَن يَشَآءُ): “Yang ia kehendaki”
4. Penetapan Al-Hikmah bagi Allah ta’ala, karena Al-Hikmah merupakan sifat kesempurnaan, maka Dzat yang memberikan kesempurnaan tentunya ia adalah lebih pantas untuk hal tersebut.
5. Kemuliaan yang agung bagi orang yang diberikan kepadanya Al-Hikmah, ini berdasarkan firman Allah ta’ala: (وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا)“Dan barangsiapa yang dianugerahi al-Hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak”.
6. Wajibnya bersyukur bagi orang yang Allah ta’ala berikan kepadanya Al-Hikmah, karna kebaikan yang sangat banyak ini mewajibkan mensyukurinya.
7. Anugrah Al-Hikamah diberikan Allah kepada seseorang melalui banyak cara, (diantaranya) Allah ta’ala fitrahkan ia dengan hal tersebut, atau dapat diraih dengan latihan dan berteman dengan orang-orang yang arif.
8. Keutamaan akal, ini berdasarkan firmanNya: (وَمَايَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ) : “Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”
9. Bahwa orang yang tidak dapat mengambil pelajaran, menunjukan akan adanya kekurangan pada akalnya, yaitu akal sehat, akal yang memberikan petunjuka pada dirinya.
10. Tidaklah yang dapat mengambil pelajaran dari pelajaran yang terdapat di alam dan pada syari’at ini kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat, yang mana mereka menghayati dan mempelajari apa yang terjadi dari tanda-tanda yang telah lalu dan yang akan datang, sehingga mereka dapat, mengambil pelajaran darinya. Adapun seorang yang lalai, maka hal tersebut tidak memberikannya manfaat dan pelajaran (sedikitpun).

2.2       Hubungan QS. Al-Baqarah [2] : 269 dengan kajian ilmu Geografi
Manusia sejak dilahirkan mulai diperkenalkan dengan lingkungan sekelilingnya, baik lingkungan keluarga sebagai awal dari lingkungan social, lingkungab fisik berupa benda-benda mati, maupun lingkungan hayati berupa mahluk hidup yang lain, lingkungan fisik dan lingkungan hayati dapat disebut lingkungan alam. Lingkungan social sebagai lingkungan hidup manusia dengan manusia lain didalamnya terdapat hubungan timbale balik yang sangat kompleks sehingga manusia tidak dapat melepaskan diri dari keadaan tersebut. Sedangkan lingkungan fisik maupun lingkungan hayati adalah lingkungan bersifat nyata yang ada disekeliling manusia. Lingkungan alam dimulai dari tempat manusia berpijak seperti, atmosfir untuk bernafas (karena adanya oksigen) hasil pertanian yang dapat memenuhi kebutuhan pokok, hasil pertenakan dan lain-lain yang dapat menunjuang kesejahteraan hidup manusia.
Dari beberapa hal diatas mendorong manusia untuk berfikir, bahwa di permukaan bumi terdapat hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, baik hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam maupun alam dengan alam. Berkembangnya ilmu pengetahuan mendorong manusia untuk mengenal alam dan lingkungannya lebih jauh lagi (Pasya, R. Gurniwan Kamil. 2006).
Kaitan surat Al-Baqarah ayat 269 dengan geografi adalah bahwa melalui ayat ini, Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya, dan siapa yang Dia kehendaki kebaikan padanya dari hamba-hambaNya. Hikmah itu adalah ilmu-ilmu yang bermanfaat, pengetahuan yang mumpuni, akal yang terus, pemikiran yang matang dan terciptanya kebenaran dalam perkataan maupun perbuatan. Inilah seutama-utamanya pemberian dan sebaik-baiknya karunia. Geografi sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang berbagai fenomena-fenomena dan gejala-gejala alam diharapkan dapat memumpuk iman pada setiap insan. Geografi bukan hanya mengenai hal yang ada dipermukaan bumi, diluar bumi bahkan benda-benda diluar angkasa pun turut menjadi objek kajian geografi. Sehingga Ilmu pada Geografi dapat membuktikan betapa Maha Besar Allah atas segala ciptaan-Nya.


BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Ayat Al-Quran mempunyai banyak makna dan kandungan jika kita kaji secara mendalam. Fenomena-fenomena yang terjadi disekitar kita bisa dijelaskan dalam Al-Quran dan ilmu pengetahuan. Keduanya akan mampu bersinergi secara utuh dan kuat jika kita seimbangkan. Al Qur’an dan ilmu pengetahuan pada dasarnya saling terkait, bahkan tidak ada jarak di antara keduanya. Di dalam Al-Qur’an ternyata juga mengajarkan tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan yang meliputi keterangan-keterangan tentang kejadian alam yang dapat dijadikan dasar dlam pengembangan ilmu pengetahuan, seperti kejadian alam semesta, kejadian siang dan malam, matahari, bulan, hujan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.  
3.2       Saran
            Dalam mengkaji ayat Al-Qur’an kita membutuhkan ilmu dan pengetahuan-pengetauan yang luas. Tentunya sebelum mengkaji kita perlu membaca, mempelajari dan mengembil isi kandungan ayat.. Kita dituntut untuk bisa memaknai isi dari ayat dalam A-Qur’an dan mengamalkannya dalam setiap sendi kehidupan.






DAFTAR PUSTAKA

Pasya, R. Gurniwan Kamil. 2006. Geografi, Pemahaman Konsep dan Metodologi. Bandung: Buana Nusantara
http://www.alsofwa.com/20642/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-269.html/[19 desember 2011, Pukul. 15.00]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar